Waktu yang berkah adalah waktu yang penuh kebaikan. Waktu pagi telah
dido’akan khusus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai waktu
yang berkah. Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
Apabila Nabi shallallahu mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri
(yang meriwayatkan hadits ini, pen) adalah seorang pedagang. Dia biasa
membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi
kaya dan banyak harta. Abu Daud mengatakan bahwa dia adalah Shokhr bin
Wada’ah. (HR. Abu Daud no. 2606. Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).
Ibnu Baththol mengatakan, “Hadits ini tidak menunjukkan bahwa selain
waktu pagi adalah waktu yang tidak diberkahi. Sesuatu yang dilakukan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada waktu tertentu) adalah waktu
yang berkah dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik
uswah (suri teladan) bagi umatnya. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengkhususkan waktu pagi dengan mendo’akan keberkahan pada waktu
tersebut daripada waktu-waktu yang lainnya karena pada waktu pagi
tersebut adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal
(aktivitas). Waktu tersebut adalah waktu bersemangat (fit) untuk
beraktivitas. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya mendapatkan
berkah di dalamnya.” (Syarhul Bukhari Libni Baththol, 9/163, Maktabah
Syamilah).
Waktu Pagi adalah Waktu Semangat Untuk Beramal
Dalam Shohih Bukhari terdapat suatu riwayat dari sahabat Abu Hurairah
dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda :
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ،
فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ
وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani
dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan. Hendaklah
kalian melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap
remeh). Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah
yang mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu
kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu pagi dan waktu
setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam.” (HR.
Bukhari no. 39. Lihat penjelasan hadits ini di Fathul Bari).
Al Jauhari mengatakan bahwa yang dimaksud ‘al ghodwah’ adalah waktu
antara shalat fajar hingga terbitnya matahari. (Lihat Fathul Bari 1/62,
Maktabah Syamilah).
Syaikh Abdurrahman bin bin Nashir As Sa’di mengatakan bahwa inilah tiga
waktu utama untuk melakukan safar (perjalanan) yaitu perjalanan fisik
baik jauh ataupun dekat. Juga untuk melakukan perjalanan ukhrowi (untuk
melakukan amalan akhirat). (Lihat Bahjah Qulubil Abror, hal. 67, Maktbah
‘Abdul Mushowir Muhammad Abdullah).
KEBIASAAN ORANG SHOLIH DI PAGI HARI
Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
An Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan bab dengan judul ‘Keutamaan
Tidak Beranjak Dari Tempat Shalat Setelah Shalat Shubuh Dan Keutamaan
Masjid’. Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang tabi’in,
Simak bin Harb. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia bertanya
kepada Jabir bin Samuroh : “Apakah engkau sering menemani Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”. Jabir menjawab : “Iya. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat
duduknya setelah shalat shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari
terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan
tempat shalat). Dulu para sahabat biasa berbincang-bincang (guyon)
mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.” (HR. Muslim no.
670).
Al Qadhi mengatakan bahwa inilah sunnah yang biasa dilakukan oleh salaf
dan para ulama. Mereka biasa memanfaatkan waktu tersebut untuk berdzikir
dan berdo’a hingga terbit matahari.” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim,
8/29, Maktabah Syamilah).
Kebiasaan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :
Dari Abu Wa’il, dia berkata, “Pada suatu pagi kami mendatangi Abdullah
bin Mas’ud selepas kami melaksanakan shalat shubuh. Kemudian kami
mengucapkan salam di depan pintu. Lalu kami diizinkan untuk masuk. Akan
tetapi kami berhenti sejenak di depan pintu. Lalu keluarlah budaknya
sembari berkata, “Mari silakan masuk.” Kemudian kami masuk sedangkan
Ibnu Mas’ud sedang duduk sambil berdzikir.
Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Apa yang menghalangi kalian padahal aku telah mengizinkan kalian untuk masuk?”
Lalu kami menjawab, “Tidak, kami mengira bahwa sebagian anggota keluargamu sedang tidur.”
Ibnu Mas’ud lantas bekata, “Apakah kalian mengira bahwa keluargaku
telah lalai?”. Kemudian Ibnu Mas’ud kembali berdzikir hingga dia mengira
bahwa matahari telah terbit. Lantas beliau memanggil budaknya, “Wahai
budakku, lihatlah apakah matahari telah terbit.” Si budak tadi kemudian
melihat ke luar. Jika matahari belum terbit, beliau kembali melanjutkan
dzikirnya. Hingga beliau mengira lagi bahwa matahari telah terbit,
beliau kembali memanggil budaknya sembari berkata, “Lihatlah apakah
matahari telah terbit.” Kemudian budak tadi melihat ke luar. Jika
matahari telah terbit, beliau mengatakan : “Segala puji bagi Allah yang
telah menolong kami berdzikir pada pagi hari ini.” (HR. Muslim no. 822)
Keadaan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
Ketika menjelaskan faedah dzikir bahwa dzikir dapat menguatkan hati dan
ruh, Ibnul Qayim mengatakan, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah suatu saat
shalat shubuh. Kemudian (setelah shalat shubuh) beliau duduk sambil
berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga pertengahan siang. Kemudian
berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika
aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan
beliau yang semisal ini-.” (Al Wabilush Shoyib min Kalamith Thoyib,
hal.63, Maktabah Syamilah).
DIBENCINYA TIDUR DI PAGI HARI
Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai
shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah
waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu
tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang sholih.
Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka
tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka
melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki
dan datangnya barokah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459,
Maktabah Syamilah).
Di antara bahaya tidur pagi adalah :
Tidak sesuai dengan petunjuk Al Qur'an dan As Sunnah.
Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini), bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.
Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.
Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya. Maksud dari
hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah
berkata, "Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir
harinya seperti waktu tuanya." (Miftah Daris Sa'adah, 2/216). Amalan
seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua.
Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering
tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.
Menghambat datangnya rizki. Ibnul Qayyim berkata, "Empat hal yang
menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit
sholat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat."
(Zaadul Ma’ad, 4/378).
Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222).
DI ANTARA SEBAB TIDUR DI PAGI HARI
Pertama, Tidak shalat malam
Tidak shalat malam dapat menyebabkan malas di pagi harinya. Cara
mengatasi hal ini adalah dengan mengerjakan sholat malam karena dengan
melakukan hal tersebut akan terlepaslah ikatan-ikatan setan. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya : "Setan membuat tiga
ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang dari kalian
ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, "Malam masih
panjang, tidurlah!". Jika dia bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah
satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan.
Kemudian jika dia mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi
hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti
ini, dia tidak ceria dan menjadi malas." (HR. Bukhari no. 1142 dan
Muslim no. 776)
Dari Abu Wa’il, dari Abdullah, beliau berkata, “Ada yang mengatakan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa terdapat seseorang
yang tidur malam hingga shubuh (maksudnya tidak bangun malam, pen).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan : “Demikianlah
setan telah mengincingi kedua telinganya.” (HR. An Nasa’i no. 1609 dan
Ibnu Majah no. 1330. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At
Tarhib no. 640 mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Kedua, Sering begadang.
Begadang bisa menyebabkan lelah dan ngantuk di pagi harinya. Cara mengatasinya adalah dengan tidur di awal malam.
Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membenci tidur sebelum shalat Isya' dan
ngobrol-ngobrol setelahnya.” (HR. Bukhari no. 568).
Ketiga, Kebiasaan.
Ini juga adalah sebab orang sering tidur pagi karena kesehariannya
memang seperti ini. Selepas shalat shubuh, kebiasaannya adalah
menghampiri kasur, mengambil selimut dan bantal, sehingga pulas tidur
hingga matahari meninggi lalu beranjak kerja atau kuliah. Orang yang
punya kebiasaan seperti ini telah hilang keberkahan dari dirinya di
waktu pagi.
Cara mengatasinya dengan bersungguh-sungguh menghilangkan kebiasaan
buruk tersebut dan senantiasa dibarengi dengan meminta tolong pada
Allah. Allah Ta'ala berfirman, artinya : ”Dan orang-orang yang
bersungguh-sungguh di dalam jalan Kami, maka sungguh akan Kami tunjukkan
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta
orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al 'Ankabut : 69).
KIAT-KIAT MENGISI WAKTU PAGI
Membaca Al Qur’an dan memahami maknanya
Saudaraku, isilah waktu pagimu dengan membaca Al Qur’an. Ingatlah bahwa
Al Qur’an nanti bisa memberi syafa’at bagi kita di hari yang penuh
kesulitan pada hari kiamat kelak.
Dari Abu Umamah Al Bahiliy, (beliau berkata), “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya : “Bacalah Al Qur’an
karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat nanti sebagai syafi’
(pemberi syafa’at) bagi yang membacanya. Bacalah Az Zahrowain (dua
surat cahaya) yaitu surat Al Baqarah dan Ali Imran karena keduanya
datang pada hari kiamat nanti seperti dua awan atau seperti dua cahaya
sinar matahari atau seperti dua ekor burung yang membentangkan sayapnya
(bersambung satu dengan yang lainnya), keduanya akan menjadi pembela
bagi yang rajin membaca dua surat tersebut. Bacalah pula surat Al
Baqarah. Mengambil surat tersebut adalah suatu keberkahan dan
meninggalkannya akan mendapat penyesalan. Para tukang sihir tidak
mungkin menghafalnya.” (HR. Muslim no. 1910. Lihat penjelasan hadits ini
secara lengkap di At Taisir bi Syarhi Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi,
1/388, Asy Syamilah)
Mengulang Hafalan Al Qur’an
Bagi yang memiliki hafalan Al Qur’an juga dapat mengisi waktu paginya
dengan mengulangi hafalan karena waktu pagi adalah waktu terbaik untuk
menghafal dibanding dengan waktu siang yang penuh dengan kesibukan.
Ikatlah hafalan tersebut dengan banyak mengulanginya. Dari Abdullah bin
‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا مَثَلُ صَاحِبِ الْقُرْآنِ كَمَثَلِ الإِبِلِ الْمُعَقَّلَةِ إِنْ
عَاهَدَ عَلَيْهَا أَمْسَكَهَا وَإِنْ أَطْلَقَهَا ذَهَبَتْ
“Sesungguhnya orang yang menghafalkan Al Qur’an adalah bagaikan unta
yang diikat. Jika diikat, unta itu tidak akan lari. Dan apabila
dibiarkan tanpa diikat, maka dia akan pergi.” (HR. Bukhari no. 5031 dan
Muslim no. 789).
Al Faqih Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin memiliki kebiasaan
menghafal Al Qur’an di pagi hari sehingga bisa menguatkan hafalannya.
Beliau rahimahullah mengatakan : “Cara yang paling bagus untuk
menghafalkan Al Qur’an -menurutku- adalah jika seseorang pada suatu hari
menghafalkan beberapa ayat maka hendaklah dia mengulanginya pada
keesokan paginya. Ini lebih akan banyak menolongnya untuk menguasai apa
yang telah dia hafalkan di hari sebelumnya. Ini juga adalah kebiasaan
yang biasa saya lakukan dan menghasilkan hafalan yang bagus.” (Kitabul
‘Ilmi, hal. 105, Darul Itqon Al Iskandariyah).
Membaca Dzikir-dzikir Pagi
Waktu pagi juga bisa diisi dengan membaca dzikir-dzikir pagi. Bacaan
dzikir di waktu pagi secara lebih lengkap dapat dilihat dalam kitab
Hisnul Muslim yang disusun oleh Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni.
Menuntut ilmu agama
Waktu pagi juga bisa kita isi dengan mempelajari ilmu agama. Hal ini
bisa kita lakukan dengan menghadiri majelis ilmu atau dengan membaca
berbagai kitab para ulama.
Semoga kita termasuk orang-orang yang mengisi waktu pagi dengan hal-hal yang bermanfaat. Amin.
Wallahu A’lam.
(Diambil dari tulisan Ust. Muhammad Abduh Tuasikal -dengan perubahan seperlunya-, http://rumaysho.com ).